Kasan, Tahun 1989 berstatus siswa Kelas V, SDN Wonorejo II, Kec. Talun, Kab. Blitar/Jatim. Disekolah jam-nya olah raga, gurunya Almarhum H Sunanto nanya, “Siapa Atlit bulu tangkis kita,”.
Dengan ketus dijawab Kasan, “Yayuk Basuki..!!!”.
“Bagus…!!!,” kata Pak Sunanto.
“Koq kowe ngerti to?, dari mana?,” tanya teman disampingnya, Kepet.
Kepet heran, soalnya dia tahu diri, hidup dikampung, jauh dari akses informasi. Siaran Tipi saja baru itam-putih.
“Kemarin aku beli nasi pecel, peyek’e uenak tenan lo, krememes, di bungkus pake Koran. Aku baca, tadi iseng, koq bener yo,” jawab Kasan.
Hemmmmm, itu baru bungkus Koran, lecek, kumel. Bagaimana kalo misalkan saja, kumiu punya satu buku, tentang apa saja. Misalkan tentang budidaya kelor, manfaat sayur kelor untuk stamina. Atau Kelor untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bagaimana kalau buku, yang mungkin cuma tasimpan di kolong tempat tidur anda. Kemudian dengan puluhan, ratusan hingga ribuan pemilik buku di Kota Palu. Berkumpul, membuat satu wadah, Seribu Buku Untuk Kelor Palu.
Dan buku yang terkumpul, dibuat satu tempat di pinggiran. Ato khusus untuk yang tidak mampu beli buku, ato bagaimanalah bagusnya. Teryata, orang palu bisa menciptakan energi listrik dari bahan bakar kelor. Tentu, kita tidak akan ngalami krisis listrik lagi.
Belum lagi, ada buku tentang budidaya ikan mas, dan dibaca pemuda Kecamatan Dolo. Buku tentang internet dibaca orang Kampung Vhana. Buku tentang rumput laut dibaca pemuda kelurahan Watusampu. Buku tentang pengembangan coklat dibaca orang pantai barat.
Mengingat sebagian besar dari kita, masih suka mengejar gratisan.
Wah, gak kebayang dech kedepan.
Senin, 24 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar