Jumat, 14 November 2008

Mimpi Suku Vhana Ditengah Egoisme Kehidupan Kota


Kampung Vhana, letaknya di Pegunungan Gawalise, sebelah barat Kota Palu. Dari informasi yang saya peroleh, berdekatan dengan Kampung Mahdi. Ia mati ditembak aparat kepolisian Polda Sulteng, dengan tuduhan pembunuhan perwira polisi, dan penyebar ajaran sesat. Tapi saya tidak hendak cerita tentang Mahdi. Mudah-mudahan dilain waktu saja.
Penghuni Kampung Vhana ini, hanya sekitar 200 hingga 250 jiwa. Letaknya yang berada di pegunungan, jalan belum bisa ditempuh dengan kendaraan. Didukung dengan kemajuan daerah Kota Palu, yang jika dibanding dengan daerah lain, misalkan di Jawa. Kota Palu masih agak tertinggal.
Tapi jangan salah, di Kota Palu, masyarakat pinggiran atau kalau orang palu menyebut dengan Tho Lare (orang Gunung), hampir dipastikan bisa bahasa nasional kita. Beda halnya dengan daerah jawa. Biasanya kalau sudah diatas umur 50-an tahun, sudah susah ngomong Bahasa Indonesia. Entah kenapa…?
Masyarakat Kampung Vhana (o iya, biasanya kalau sudah di Bahasa Indonesiakan jadi Kampung Wana), yang terletak di daerah dengan geografis pegunungan, sarana jalan yang belum seadanya, ternyata memiliki mimpi indah.
Mereka yang sehari-hari bekerja sebagai petani kebun, dengan penghasilan tidak menentu, perhitungan hanya sekitar Rp12-15 ribu perhari. Selalu memandang gemerlap lapu di Kota Palu. Yang jika dipandang dari kampung mereka, dari pegunungan terlihat kerlap-kerlipnya. “Luar biasa”, begitulah kira-kira dalam hati mereka. O ya, di Kampung Vhana belum masuk jaringan listrik.
Ternyata mereka memimpikan untuk bisa masuk ke space bar (salah satu tempat kehidupan malam di Kota Palu). Mereka juga mimpi untuk bisa masuk ke Mall Tatura, satu-satunya Mall di Kota Palu.
Jika salah satu warga sudah pernah melihat dari depan pagar. Atau sekedar menyentuh pagar kedua tempat ini. Maka, hal itu akan menjadi cerita hebat dikampung mereka. Pengalaman itu akan menjadi topik disetiap obrolan mereka.
Sambung-menyambung cerita, hingga tersebar cerita, Si A sudah pernah kesana. Menurut salah satu anggota DPRD Kota Palu, yang pernah ke tempat itu. Untuk kepentingan perolehan suara pada Pemilu.
Di sore hari, para pemuda sudah siap dengan sepatu, baju dimasukin serta sisiran mengkilat dengan minyak kelapa. Aroma parfum kapur barus menusuk hidung. Mulai berkumpul di dego-dego (tempat nongkrong terbuat dari bambu di pinggir jalan).
Jika sudah begitu, obrolan tidak hanya seputar pengalaman menyentuh pagar space bar atau berada di depan Mall Tatura. Ternyata, menurut salah seorang anggota dewan tersebut. Komunitas Warung Kopi juga tak luput dari pengalaman mereka.
Terakhir saya tutup, cerita ini bukan saya maksudkan untuk merendahkan warga Kampung Vhana. Saya berharap, bagi pecinta masyarakat Indonesia, dapat melihat realitas ini dengan nurani. Terutama bagi para koruptor, kalau sadar dengan nasib mereka, jangan ngentit lagi lah. Kan haknya suku-tertinggal itu juga ada di situ..

Minggu, 09 November 2008

Banyak Tentang Trio Bomber

http://syukran.wordpress.com/

Jenazah Trio Bomber Keluarkan Aroma Wangi


Jakarta - Suasana menjelang pemakaman para pelaku Bom Bali menyiratkan sejumlah peristiwa gaib. Pertanda apa? Jenazah Imam Samudra mengeluarkan wangi semerbak saat hendak dikeluarkan dari peti mati di Polda Banten.
"Ya Allah, jenazah kakak wangi sekali waktu dikeluarkan dari peti. Seperti minyak wangi yang sering dipakainya," kata Lulu Jamaluddin kepada INILAH.COM, di rumah duka, Lopang Gede, Serang, Minggu (9/11).
Peristiwa jenazah mewangi ini juga terjadi pada jazad Al Ghozi, tersangka teroris yang diburu lalu tewas ditembak polisi Filipina. Kesaksian ini datang dari seorang kerabatnya.
"Jenazah Al Ghozi begitu wangi, ini menunjukkan almarhum mati syahid," kata kerabat Al Ghozi yang tidak diketahui namanya itu.
Keyakinan yang sama juga datang dari Lulu, adik kandung Imam Samudra. Kata dia, "Kakak saya ya pasti mendapatkan tempat yang layak di surga seperti yang dicita-citakannya."
Soal wangi jenazah Imam Samudra ini, seperti parfum yang biasa digunakan almarhum semasa hidup. Bukan wangi yang berasal dari kapur barus yang biasanya digunakan bersama kain kafan.
Ketika jazad Imam Samudra akan dikubur di TPU Lopang Gede, Serang, Banten, sekitar pukul 10.30 WIB, tiba-tiba cuaca berubah mendung. Bunyi petir terdengar ketika jenazah Imam Samudra ditutup tanah merah.
"Allahu akbar, Lailahaillallah," teriak ratusan pelayat yang sebagian besar dari jamaah Anshorut Tauhid, Forum Umat Islam, dan Front Pembela Islam.
Sementara itu kejadian unik juga muncul di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (9/11). Sekitar satu jam menjelang kedatangan jenazah Amrozi dan Mukhlas di rumahnya, muncul tiga burung belibis hitam mengitari rumah Amrozi.
Warga yang memadati area sekitar rumah Hj. Tariyem, dibuat takjub dengan kedatangan tiga burung belibis hitam itu. "Ini tanda jenazah mereka langsung bertemu dengan Allah. Burung itu bidadari yang menjemput," ungkap H Ahmad, pendukung Amrozi cs.
Kehadiran tiga burung hitam itu membuat massa kafilah Syuhada serentak mengucapkan kalimat takbir berkali-kali. Mereka yakin jenazah ketiga terpidana mati yang telah dieksekusi dini hari tadi, Amrozi, Muklas dan Imam Samudra akan masuk surga.

Wajah tersenyum
Sesuai permintaan Amrozi Cs, maka proses eksekusi berlangsung tanpa wajah ditutup. Tak terbersit rasa takut di wajah mereka. Ini terlihat dari wajah jenazah Imam Samudra yang tersenyum dalam damai.
Seperti yang diakui oleh Lulu, seperti tak terbersit rasa takut di wajah Imam Samudra saat detik-detik menghadapi regu tembak yang akan mengeksekusinya. Layaknya, orang yang sedang tidur, wajah Imam Samudra tersenyum dalam damai.
"Wajah kakak ganteng banget, senyum, bersih, gemuk. Subhanallah. Saya senang melihat ini dan tidak percaya. Kalau dulu saya sering nonton ini di TV tapi sekarang ini saya alami sendiri," ungkap Lulu dengan raut wajah bahagia. [L1] diunduh dari: INILAH.COM