Jumat, 31 Oktober 2008

Genitnya Pacarku


Bentar lagi kita akan merayakan Hari Raya Qurban. Pada moment peringatan hari Sumpah Pemuda ini, saya ingin mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri. Pasti dech, anda akan berteriak, “Joko, sudah berapa lama kamu sinting….?,”.
Terserah sampeyan aja, mo ngomong apa. Begitulah keadaannya, jadi ya harus ikhlas. Kayak gimana to ikhlas itu?. Kalo sekedar teori sih, gampang. Mungkin, perumpaan paling sederhana kata ikhlas tu, kayak orang yang lagi (Maaf) be’ol gitu kale ya?.
Brujul….brujul…. precet…precet…. plung-plang-plong-pleng. Abis urusan, kayak gitu kale…?. Nah, ngomon-omon soal Ikhlas ne, kalo dihubungkan dengan tindakan dan perilaku sehari-hari, kayak apa modelnya tu barang.
Kalao gak salah juga, di masyarakat kita, ada ungkapan ato apa namanya tu. Kalo memberi pake tangan kanan, jangan sampe ketahuan ma tangan kiri. Walah, uopooooo ki…!!.
Kalo mo dibungkus pake nilai agama. Binatang yang namanya ikhlas tu, di contohkan ma Khalifah sapa tu?, mohon maaf kalo salah, Umar bin Khatab kale. Malam yang gelap, ia pikul sendiri beras, lalu ia bagikan ke rakyatnya. Kebetulan sorenya ia liat, ada ibu lagi ngrebus batu, nipu anaknya, yang kelaparan.
Kurang lebih, kayak gitu lah critanya.
Wah, kayaknya cuman crita indah di alam mimpi aja kisah sang khalifah itu. Tapi kalo mau dilihat dari kacamata, Politik misalnya. Soalnya kalo politik, yang namanya ngasih ya harus dilihat orang banyak. Kalo lagi gak ada orang, ya teriak-teriak sampe putus urat malunya, “Woi saya mau ngasih sama korban banjir,”.
Ato gini teriakannya, “Sodara-sodara sekalian, yang disana, di sono dan di mana-mana saksikanlah, saya ini orang dermawan, orang baik dan orang beriman, saya mau mbantu korban banjir, saya mau kasih dia SuperMie, Aqua, selimut, supaya di Pemilu nanti mereka pilih saya. kalo banyak yang milih saya. saya akan dibilang orang hebat dan baik. Soalnya, bisa saya jual ke calon presiden, calon gubernur, calon bupati, calon walikota, calon camat, calon lurah……………..,”. “Ikhlas….., makanya yang jauh mendekat, yang dekat rapetin,”.
“Lho, om.. percuma teriak-teriak, gak ada manusia di situ,”.

“Iyokah?, kalo gitu, begini aja, sampeyan wartawan to?. Tulis dong, aku mau nyumbang neh, tulis yang baek-baek ya, tar tak kasih pembeli bensin dan pulsa. Lumayan to, gaji wartawan kan kecilllllll. Gak usah munafik dech, butuh duit to?,”.

“Inget tu susu anakmu di rumah dah mau abis. Istrimu mau beli tempe dan kangkung, buat makan kamu sekeluarga,”.

“Eh wartawan, tar kamu tak masukin jadi Caleg, biar nomor urat ke 50, lumayan to, poko’e seeeppp…..,”.

Terakhir, Dirgahayu RI ke 68….??????

Untuk apa marka jalan itu kah ???


Tiap kali naik motor, trus Lampu Merah nyala. Saya atau sampeyan, pasti berhenti kan. Kalo tidak, pasti di semprit pak polisi, abis tu 50 ribu dech. Sayang kan..?.
Kita tahu ada namanya Zebra Cross ato Marka Jalan. Meski saya te pake testing ngurus SIM. Saya tahu jelas fungsi dan aturannya, itu batas jalur bagi pengendara kendaraan.
Anehnya di Kota Palu, kayaknya te tahu fungsinya tu barang. Pasti banyak pengendara berada di luar batas itu. Akibatnya, kadang yang seharusnya di pake pengendara laen yang mau ke kiri, terhalang orang yang lintas batas itu. Begitu lampu dah hijau, yang depan masih mulai nge-gas, yang belakang dah tan…. tin…. tun…., kayak konser saja.
Malahan kalau di jembatan. Wuih pada kayak pembalap aja, nyalip kanan-kiri. Padahal marka lurus tak putus di jembatan tu kan artinya te boleh nyalip.
Artinya…….

Rabu, 29 Oktober 2008

Jangan Melanggar Aturan Lalin


Pulang dari meliput rapat pleno KPU Kota Palu. Saya ditangkap Polantas Polresta Palu. Di Jl Rajamoili, orang Palu nyebutnya “pantai”, begitu saja. Soalnya orang yang kubonceng te pakai helm.
Kulirik tu petugas, perasaan kenal dech ni orang. Te taunya ade kelas di STM dulu, Norfhi namanya. Dialog singkat terjadi, dia arahkan saya ke Pos jaga Jl Hasanudin, depan Bank BNI.
Beberapa saat kemudian saya datang ke pos itu. Mobil pelayanan SIM keliling Polresta Palu mangkal di situ, Bribda Bagus nama petugas itu, kita cukup akrab, soalnya sering ku wawancarai.
Beberapa saat kemudian saya diarahkan ke Komandan Regu, namanya Arman, dia juga adik kelasku. Arman minta KTP, saya buka dompet, ngambil KTP-ku. “Berapa uangmu?, beli rokok dulu,” kata Arman.
Arman dan Norfhi akhirnya tahu dompetku kosong. Te ada duitnya. Loloslah aku. Yang saya pikir, bagaimana kalau itu orang lain, trus dalam kondisi bokek kayak saya juga. Pasti mendarat alias jalan kaki pulangnya. Soalnya meski HP-ku dua, semua te ada pulsanya.
Apalagi kalau dia tahu bensinku kosong, mudah-mudahan dia tidak menangis…….

Salam Bang Yusuf Lakaseng……….


Desk liputanku di lingkungan Pemkot Palu. Tapi saya selalu singgah di kantor DPRD kota. Di perempatan Trafic Light (TL) Jalan Juanda, Suprapto dan Gatot Subroto, ada stiker dengan gambar Yusuf Lakaseng, ditempel di tiang lampu TL itu. Jelas stiker kampanye, soalnya mau ikut bertarung sebagai anggota legislatif pusat. Dari FBR partai yang di dirikan KH Zainudin MZ.
Lho koq, di situ ya nempelnya?. Malahan ada yang ditempel di pot bunga taman kota, tempat sampah, ada juga yang di got.
Tapi dia itu kakak kelasku di STMN Palu, sekarang SMKN 3 Palu. Waktu kami LDK, dia yang ngasih materi orasi. Semoga sukses bang….., kalau bisa cabut deh stiker yang di got, tempat sampah atau di pot-pot itu. Atau kalau masih ada sisa dana, gak usah lagi dipakai untuk membuat stiker. Mending di sumbangkan ke saya, sebagai kaum Dhuafa ini, sapa tahu bisa buat nambah biaya nikah ni bang.
Wakakakakakaka………..

Selasa, 28 Oktober 2008

Kue Keberuntunganku


Tadi pagi waktu ngliput di Kantor Walikota Palu. Saya dapat jatah 1 doz berisi 2 potong kue dan 1 gelas air mineral. Biasa begitu masuk dah langsung dibagi oleh salah satu staf.
Tadi itu lambat dikit, kayaknya kehabisan stok. Tapi akhirnya dapat juga, lumayan. Soalnya perutku sudah protes, pagi belum diisi. Biasa sich, mampir diwarungnya Cik Atun, depan kantor AJI Palu. Pas lagi bokek sih, jadi gak bisa mampir.
Sambil makan kue jatah tadi, saya bersyukur kepada Allah Ta’ala. Diseberang sana ada orang yang gak bisa makan. Kalao saya meski cuma dikasih, masih bisa makan.
Ditambah lagi, gajiku sebagai wartawan media lokal, kalau dihitung hanya cukup buat isi bensin motorku, belum lagi cicilannya, rokok dan tetek bengek hidup lainnya.

Senin, 27 Oktober 2008

Kuenya Ecce Enak, Yang Te Enak Itu, Nasib Bu Atiria


Wartawan yang nge-post di Gedung DPRD Kota Palu, hanya duduk-duduk di kursi ruang lobby. Anggota dewan tidak ada yang masuk, ada yang ke Jakarta, ada juga yang masih ada di kota. Wartawan tak ada yang tahu ke Jakarta lagi tugas apa.
Saya sempat ketemu anggota Komisi C, Revi Arifin Passau. Dulu, dia jadi anggota dewan diusung partainya Mbak Tutut, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Tapi di recall, katanya tak ada kontribusi apapun buat partai. Tapi saya tak mau bicara, masalah itu.
Saat lagi ngobrol santai. Ecce, penjual kue yang memiliki wilayah jajahan antara kantor DPRD kota dan Polresta Palu, masuk lewat pintu depan. Iseng aja kubilang, “Katanya mau batraktir kau, kalo so cair,” kataku pake logat Palu.
Ada yang tersinggung, “Saya tidak mau, ini, 20 ribu,” kata Onal, wartawan dari harian Nuansa Post.
Di sebelah kelompok kami, teman-teman wartawan lain lagi wawancara dengan seorang warga. Warga itu datang, mau mengadu kepada wakil rakyat, tanahnya hilang. “Lho koq…???. Tanah hilang.
Ibu itu namanya Atiria Yaboni, tanahnya hilang setelah pelaksanaan Land Consolidation (LC) tahun 1992/1993 hingga 1995/1996. Setelah pelaksanaan LC, tanahnya sudah atas nama Thahir Bosa, petugas LC BPN Palu, ada apa?
Wallahu’alam bishowab, seluruh anggota dewan yang diharap bisa membantu warga