Jumat, 28 November 2008

Ceritakan Saja


Beberapa tahun lalu, sekitar tahun 2004 hingga tahun 2007. Kota Palu mendapat serangan buku, yang temanya tentang keindahan pernikahan muda. Buku dengan segala pleketet cerita pernikahan, yang katanya sesuai syari’ah Islam itu, sasaran utamanya adalah kalangan aktifis muslim. Entah sekarang, mungkin masih ada.
Banyak macam dan ragam judul, penulis dan penerbit. Tapi intinya adalah tentang keutamaan nikah usia muda.
Buku tentang indahnya pernikahan, laris bak kacang goring. Temanku di PW PII Sulteng, menjadikan buku itu bahan diskusi dan guyonan. Baik di kalangan PII wan/wati.
Waktu itu buku andalanku judulnya adalah, Kupinang Engkau Dengan Hamdallah, Raodhatul Jannah, serta Rojulun Sholeh, untuk buku yang terakhir saya pernah ketemu langsung di salah satu masjid Kota Bekasi Jawa Barat.
Saya ada beberapa cerita menarik tentang pernikahan teman-temanku. Pertama mas Imam Subekhi dan Yundha Ramlah. Secara materi mas imam sama dengan saya, sebagai pendatang dikampung orang Kota Palu. Ia tidak punya apa-apa, parahnya lagi ia aktifis muslim, yang gak riskan untuk ngumpulin harta. Tapi tetap kerja dan ada tidak lebih atau kurang, cukup untuk sehari-hari dan membantu orang.
Usai Akad Nikah mas Imam heran, lihat pakaian istrinya yang banyak. Istrinya bilang,”Sengaja saya kumpul, soalnya saya tahu Ikhwan itu biasanya miskin. Ya seperti abi ini,”. Waktu itu mas imam cerita ke saya sambil nyengir. Tapi sebenarnya, dia itu hanya mau meyakinkan saya, jangan takut nikah. Wah ini lagi, repot.
Hebatnya lagi, sang mertua sangat sayang sama menantu gantengnya ini. Meski miskin, ternyata mertua yang ilmu dien-nya pas-pasan. Tidak melihat menantunya miskin, tapi semata karena keshalehan sang menantu.
Satu lagi cerita dari teman juga, tapi maaf saya tidak bisa menyebut nama dan identitasnya secara jelas, saya sudah janji.
Kedua mempelai tidak pernah saling kenal, dan bertemu. Waktu si pria ditawari nikah, langsung iya, hari itu juga dipanggil penghulu sekaligus seluruh berkas selesai. Seluruh prosesi dan surat-menyurat diurus oleh teman-teman lain.
Acara resepsinya, mulai persiapan hingga selesai hanya berlangsung sekitar tiga jam. Dengan menu utama sayur Bayem, yang dipetik di pekarangan rumah. Mereka harus segera pergi, untuk berdakwah sebuah daerah terpencil. Dan tiket pesawat sudah berada dikantong sang mempelai.
Sang mempelai pria bilang kesaya, selama di pesawat tidak banyak bicara atau ngobrol, sebab baru saling mengenal. Itu orang juga cerita kesaya sambil nyengir. Sudah lama saya putus kontak dengan dia. Mudah-mudahan Allah meridhoi kalian.
Hal ini tentu berbeda dengan kondisi saai ini. Kalau soal adapt pernikahan di daerah saya sekarang, Palu Sulteng, sudahlah. Kan bukan berdasarkan nilai ajaran Islam, tetapi adat istiadat. Meski ada juga tetangga saya yang tidak begitu.
Ketika pernikahan diatur dan ditentukan, sesuai dan untuk kepentingan politik. Siapakah yang mau diikuti, perkataan Tuhan atau perkataan hokum partai. Dan, ketika kewajiban diatur sesuai dengan kepentingan politik, padahal hukum Tuhan sudah mengatur dan menjelaskan, bagaimana? tanyakan kepada partai.
Sampai disini mudah-mudahan bisa saya teruskan pada tulisan berikutnya, terkait

Foto: http://alfaroby.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar